Selama 6 bulan pertama tahun ini, empat emiten bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan satu bank swasta mencatatkan kinerja cukup baik di pasar modal Indonesia. Dari lima bank terbesar secara pangsa pasar di Indonesia tersebut, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencetak pertumbuhan tertinggi di antara empat bank BUMN.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) membukukan kinerja laba yang naik sekitar 16,7% menjadi Rp 5,93 triliun selama kuartal I 2014 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 5,08 triliun. Kenaikan laba perseroan diikuti kenaikan pendapatan sebesar 25,02% menjadi Rp 12,4 triliun. Penyaluran kredit BBRI mencapai 19% selama kuartal I 2014 menopang pertumbuhan kinerja pada kuartal I 2014. Total penyaluran kredit perseroan sekitar Rp 470,02 triliun.
Kemudian bank BUMN yang mencatatkan kinerja tertinggi yaitu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencetak laba naik 15,6% menjadi Rp 2,39 triliun sepanjang tiga bulan pertama 2014. Pendapatan perseroan naik 23,24% menjadi Rp 5,28 triliun pada kuartal I 2014 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,29 triliun.
Kinerja BNI masih sesuai harapan, dan di atas konsensus. Kredit BNI naik 23,3% selama kuartal I 2014. Penyaluran kredit korporasi dan usaha menengah tumbuh 33% year on year. Namun, BNI akan menghadapi tantangan pada tahun ini tetapi masih dapat dikendalikan. BNI sepertinya akan agresif untuk mengubah bunga deposito untuk mendukung ekspansi kredit.
Disusul PT Bank Mandiri Tbk mencatatkan kinerja pendapatan tumbuh 20,45% menjadi Rp 8,98 triliun selama kuartal I 2014. Lalu laba bersih naik 14,7% menjadi Rp 5,12 triliun sepanjang tiga bulan pertama 2014 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,46 triliun.
Selain itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan peningkatan Laba bersih sebesar 26,7% menjadi Rp3,7 triliun pada triwulan I 2014 dari Rp2,9 triliun pada periode yang sama tahun 2013. Pendapatan operasional BCA (total pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya) tumbuh 27,3% menjadi Rp9,7 triliun pada triwulan I 2014 dari Rp7,7 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Marjin Bunga Bersih (NIM) meningkat 60 bps menjadi 6,5% pada Maret 2014 dari 5,9% pada Maret 2013, ditopang oleh yield aset produktif yang lebih tinggi dan peningkatan kontribusi kredit terhadap total aset produktif.
Sedangkan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencatatkan pertumbuhan kinerja naik tipis sepanjang tiga bulan pertama 2014. Laba bersih PT Bank Tabungan Negara Tbk naik tipis 2,23% menjadi Rp 341,1 miliar pada kuartal I 2014 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 333,71 miliar.
Pendapatan perseroan naik 13,14% menjadi Rp 1,44 triliun selama kuartal I 2014. Perseroan mengalami penurunan net interest margin (NIM) 5% sepanjang tiga bulan pertama 2014 dari periode sama tahun sebelumnya 5,4%. Hal itu dikarenakan biaya pendanaan tinggi. Akan tetapi, penyaluran kredit perseroan tumbuh 20,2% year on year pada kuartal I 2014.
Peningkatan BI Rate meningkatkan suku bunga perbankan, namun dengan perbedaan yang semakin mengecil antara suku bunga simpanan dan suku bunga kredit. Ditengah kenaikan suku bunga tersebut, likuiditas di pasar uang antar bank meningkat selama kuartal keempat tahun 2013. Dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya, rata-rata tertimbang untuk volume transaksi di pasar uang antar bank naik secara moderat selama kuartal keempat tahun 2013 hingga mencapai Rp10,5 triliun, dari Rp10,1 triliun.
Permintaan musiman akan uang yang biasa terjadi di akhir tahun, mengakibatkan peningkatan volume transaksi dari pasar uang antar bank. Di lain pihak, kondisi ini menurunkan rata rata volume fasilitas simpanan antar bank menjadi Rp97,83 triliun dari Rp114,22 triliun untuk mengantisipasi peningkatan permintaan.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) membukukan kinerja laba yang naik sekitar 16,7% menjadi Rp 5,93 triliun selama kuartal I 2014 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 5,08 triliun. Kenaikan laba perseroan diikuti kenaikan pendapatan sebesar 25,02% menjadi Rp 12,4 triliun. Penyaluran kredit BBRI mencapai 19% selama kuartal I 2014 menopang pertumbuhan kinerja pada kuartal I 2014. Total penyaluran kredit perseroan sekitar Rp 470,02 triliun.
Kemudian bank BUMN yang mencatatkan kinerja tertinggi yaitu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mencetak laba naik 15,6% menjadi Rp 2,39 triliun sepanjang tiga bulan pertama 2014. Pendapatan perseroan naik 23,24% menjadi Rp 5,28 triliun pada kuartal I 2014 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,29 triliun.
Kinerja BNI masih sesuai harapan, dan di atas konsensus. Kredit BNI naik 23,3% selama kuartal I 2014. Penyaluran kredit korporasi dan usaha menengah tumbuh 33% year on year. Namun, BNI akan menghadapi tantangan pada tahun ini tetapi masih dapat dikendalikan. BNI sepertinya akan agresif untuk mengubah bunga deposito untuk mendukung ekspansi kredit.
Disusul PT Bank Mandiri Tbk mencatatkan kinerja pendapatan tumbuh 20,45% menjadi Rp 8,98 triliun selama kuartal I 2014. Lalu laba bersih naik 14,7% menjadi Rp 5,12 triliun sepanjang tiga bulan pertama 2014 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,46 triliun.
Selain itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan peningkatan Laba bersih sebesar 26,7% menjadi Rp3,7 triliun pada triwulan I 2014 dari Rp2,9 triliun pada periode yang sama tahun 2013. Pendapatan operasional BCA (total pendapatan bunga bersih dan pendapatan operasional lainnya) tumbuh 27,3% menjadi Rp9,7 triliun pada triwulan I 2014 dari Rp7,7 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Marjin Bunga Bersih (NIM) meningkat 60 bps menjadi 6,5% pada Maret 2014 dari 5,9% pada Maret 2013, ditopang oleh yield aset produktif yang lebih tinggi dan peningkatan kontribusi kredit terhadap total aset produktif.
Sedangkan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencatatkan pertumbuhan kinerja naik tipis sepanjang tiga bulan pertama 2014. Laba bersih PT Bank Tabungan Negara Tbk naik tipis 2,23% menjadi Rp 341,1 miliar pada kuartal I 2014 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 333,71 miliar.
Pendapatan perseroan naik 13,14% menjadi Rp 1,44 triliun selama kuartal I 2014. Perseroan mengalami penurunan net interest margin (NIM) 5% sepanjang tiga bulan pertama 2014 dari periode sama tahun sebelumnya 5,4%. Hal itu dikarenakan biaya pendanaan tinggi. Akan tetapi, penyaluran kredit perseroan tumbuh 20,2% year on year pada kuartal I 2014.
Peningkatan BI Rate meningkatkan suku bunga perbankan, namun dengan perbedaan yang semakin mengecil antara suku bunga simpanan dan suku bunga kredit. Ditengah kenaikan suku bunga tersebut, likuiditas di pasar uang antar bank meningkat selama kuartal keempat tahun 2013. Dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya, rata-rata tertimbang untuk volume transaksi di pasar uang antar bank naik secara moderat selama kuartal keempat tahun 2013 hingga mencapai Rp10,5 triliun, dari Rp10,1 triliun.
Permintaan musiman akan uang yang biasa terjadi di akhir tahun, mengakibatkan peningkatan volume transaksi dari pasar uang antar bank. Di lain pihak, kondisi ini menurunkan rata rata volume fasilitas simpanan antar bank menjadi Rp97,83 triliun dari Rp114,22 triliun untuk mengantisipasi peningkatan permintaan.
Ditengah pertumbuhan kredit yang melambat, permodalan bank tetap tumbuh dan relatif tidak terusik. CAR industri perbankan di akhir tahun 2013 mencapai 18,36%, tetap jauh diatas batas minimal 8%, dan lebih baik dari kuartal III – 2013, yaitu 18%. Hal ini menunjukkan kemampuan perbankan Indonesia untuk menghadapi guncangan yang ada saat ini, termasuk diantaranya tekanan yang berasal dari depresiasi Rupiah dan kenaikan tingkat suku bunga. Sementara itu, NPL tetap stabil-rendah yaitu 1,9%.
Secara fundamental, dengan ekuitas sebanyak 24.4 triliun dan jumlah saham perseroan sebanyak 1.9 milyar lembar, PBV saham BBRI berkisar di 2.94 kali, maka harga saham BBRI di pasar lebih mahal 2.9 kali dari harga wajarnya. Jika melihat perusahaan di sektor perbankan, melihat kinerjanya bisa dibilang saham BBRI masih murah. PBV perusahaan yang lain seperti, BBCA sebesar 3.8 kali, BMRI 2.45 kali, BBNI 1.69 kali dan BBTN 0.93. Kinerja BTPN juga menunjukan hasil yang cukup mengesankan dari sisi fundamental saham
Sedangkan jika kita lihat dari PER-nya, PER BBRI berkisar 10.3 kali. PER ini diambil dari laba bersih perseroan sebesar 972 per lembar saham. Dan perlu dilihat juga bahwa laba bersih per saham BBRI mengalami kenaikan sebesar 16% dari tahun 2013. Bandingkan dengan PER perusahaan–perusahaan lain di sektor yang sama: BBCA 18.3 kali, BMRI 11.5 kali, dan BBNI 9.34 kali dan BBTN 8. Dengan kata lain, pemanfaatan aset perusahaan BBRI dan BBTN untuk memperoleh laba cukup maksimal dan tingkat pengembalian investasi di saham tersebut relatif cepat.
Sementara itu melihat data perbankan saat ini dari sisi efisiensi, BBRI dan BBTN memiliki ROA dan ROE yang mengesankan di sektor perbankan dengan masing-masing 4.6% dan 33.1% serta 4.8% dan 29.9 Namun dari rasio hutang yang masih di ambang kewajaran, dimiliki emiten BBRI dan BBCA yaitu masing –masing sebesar 0.28 dan 0.13 kali dari ekuitas perseroan.
Secara teknikal Analis Vibiz Research dari Vibiz Consulting melihat sisi indikator teknikal, pergerakan emiten di sektor perbankan awal tahun terlihat terus mengalami penguatan tajam, namun saat ini telah terlihat terkoreksi dan bergerak melemah dikarenakan sentimen politik dalam negeri, saat indikator MA sudah bergerak turun menuju bolinger band tengah.
Selain itu indikator stochastic terus bergerak turun di area jenuh jual setelah sebelumnya berada pada area tengah yang saat ini telah berada pada level 17%. Namun pelemahan ini akan terasa singkat karena ada kecenderungan suku bunga dalam negeri memiliki ruang untuk turun menyusul membaiknya tingkat inflasi dalam negeri dan didukung dengan transisi kebijakan ekonomi dalam pemerintahan yang baru.
Indikator ADX pun bergerak flat didukung +DI yang juga bergerak flat yang menunjukan tren konsolidasi saham-saham perbankan masih berlanjut. Namun dari sisi volume perdagangan, transaksi perdagangan pada emiten sektor ini masih dapat terjaga. Dengan kondisi teknikalnya dan didukung fundamentalnya, diprediksi emiten-emiten saham perbankan masih akan tertahan cenderung melemah dan mencoba menguji level support yang terbentuk.
Untuk potensi kinerja di kuartal III tahun 2014 sektor perbankan masih menjanjikan. Kondisi ekonomi global yang lesu tidak menghambat kinerja emiten perbankan dalam negeri. Analis juga yakin, emiten perbankan tetap mampu tumbuh dalam 12 bulan mendatang. Tingkat inflasi yang stabil dan suku bunga acuan yang memiliki ruang untuk diturnkan bakal memacu kinerja perbankan. Meski begitu, para analis mengingatkan investor agar tetap jeli memilih saham perbankan. Kondisi likuiditas dan kinerja penyaluran kredit bisa menjadi pertimbangan dalam menilai kinerja emiten bank.
Regi Fachriansyah / Equity Analyst at Vibiz Research/VM/VBN
Editor: Jul Allens
Secara fundamental, dengan ekuitas sebanyak 24.4 triliun dan jumlah saham perseroan sebanyak 1.9 milyar lembar, PBV saham BBRI berkisar di 2.94 kali, maka harga saham BBRI di pasar lebih mahal 2.9 kali dari harga wajarnya. Jika melihat perusahaan di sektor perbankan, melihat kinerjanya bisa dibilang saham BBRI masih murah. PBV perusahaan yang lain seperti, BBCA sebesar 3.8 kali, BMRI 2.45 kali, BBNI 1.69 kali dan BBTN 0.93. Kinerja BTPN juga menunjukan hasil yang cukup mengesankan dari sisi fundamental saham
Sedangkan jika kita lihat dari PER-nya, PER BBRI berkisar 10.3 kali. PER ini diambil dari laba bersih perseroan sebesar 972 per lembar saham. Dan perlu dilihat juga bahwa laba bersih per saham BBRI mengalami kenaikan sebesar 16% dari tahun 2013. Bandingkan dengan PER perusahaan–perusahaan lain di sektor yang sama: BBCA 18.3 kali, BMRI 11.5 kali, dan BBNI 9.34 kali dan BBTN 8. Dengan kata lain, pemanfaatan aset perusahaan BBRI dan BBTN untuk memperoleh laba cukup maksimal dan tingkat pengembalian investasi di saham tersebut relatif cepat.
Sementara itu melihat data perbankan saat ini dari sisi efisiensi, BBRI dan BBTN memiliki ROA dan ROE yang mengesankan di sektor perbankan dengan masing-masing 4.6% dan 33.1% serta 4.8% dan 29.9 Namun dari rasio hutang yang masih di ambang kewajaran, dimiliki emiten BBRI dan BBCA yaitu masing –masing sebesar 0.28 dan 0.13 kali dari ekuitas perseroan.
Secara teknikal Analis Vibiz Research dari Vibiz Consulting melihat sisi indikator teknikal, pergerakan emiten di sektor perbankan awal tahun terlihat terus mengalami penguatan tajam, namun saat ini telah terlihat terkoreksi dan bergerak melemah dikarenakan sentimen politik dalam negeri, saat indikator MA sudah bergerak turun menuju bolinger band tengah.
Selain itu indikator stochastic terus bergerak turun di area jenuh jual setelah sebelumnya berada pada area tengah yang saat ini telah berada pada level 17%. Namun pelemahan ini akan terasa singkat karena ada kecenderungan suku bunga dalam negeri memiliki ruang untuk turun menyusul membaiknya tingkat inflasi dalam negeri dan didukung dengan transisi kebijakan ekonomi dalam pemerintahan yang baru.
Indikator ADX pun bergerak flat didukung +DI yang juga bergerak flat yang menunjukan tren konsolidasi saham-saham perbankan masih berlanjut. Namun dari sisi volume perdagangan, transaksi perdagangan pada emiten sektor ini masih dapat terjaga. Dengan kondisi teknikalnya dan didukung fundamentalnya, diprediksi emiten-emiten saham perbankan masih akan tertahan cenderung melemah dan mencoba menguji level support yang terbentuk.
Untuk potensi kinerja di kuartal III tahun 2014 sektor perbankan masih menjanjikan. Kondisi ekonomi global yang lesu tidak menghambat kinerja emiten perbankan dalam negeri. Analis juga yakin, emiten perbankan tetap mampu tumbuh dalam 12 bulan mendatang. Tingkat inflasi yang stabil dan suku bunga acuan yang memiliki ruang untuk diturnkan bakal memacu kinerja perbankan. Meski begitu, para analis mengingatkan investor agar tetap jeli memilih saham perbankan. Kondisi likuiditas dan kinerja penyaluran kredit bisa menjadi pertimbangan dalam menilai kinerja emiten bank.
Regi Fachriansyah / Equity Analyst at Vibiz Research/VM/VBN
Editor: Jul Allens
Tidak ada komentar:
Posting Komentar