A. Pendahuluan
Bagi bank-bank yang telah go public, PR terbesar bagi management banknya adalah bagaimana untuk selalu mendorong agar harga saham bank tersebut semakin meningkat. Dengan peningkatan harga saham tersebut, kekayaan investor akan naik beberapa persen – bahkan beberapa kali. Sebagai contoh, harga saham Bank Mandiri pada waktu pertama kali IPO beberapa tahun yang lalu – hanya sebesar di bawah Rp 1.000,-, sedangkan harga saat ini sebesar Rp 10.600,- atau kenaikan 10 X lebih. Deviden setiap tahun-pun juga cukup besar, sehingga investor saham Bank Mandiri telah menerima yield tahunan yang baik serta menjadikan investor nya lebih kaya 10 X nya.
Dari tahun ke tahun, tuntutan investor terhadap kenaikan harga saham tersebut akan sama, yaitu “naik terus”, kalau management bank gagal memenuhi harapan investor, maka management puncak bank akan diganti dengan yang baru & SDM yang tidak produktif biasanya akan diparkir.
Pertanyaannya, bagaimana upaya meningkatkan harga saham tersebut?
B. Peningkatan Harga Saham Bank
Berdasarkan teori ekonomi mikro, bahwa harga suatu barang akan naik apabila jumlah barangnya tetap, tetapi trend pembeli meningkat. Kata kuncinya di sini adalah “trend pembeli meningkat” karena jumlah lembar sahamnya sulit ditambah.
Trend pembeli meningkat dapat terjadi jikalau pembeli tersebut sangat berminat untuk beli saham bank tersebut. Selanjutnya pembeli akan sangat berminat untuk beli saham suatu bank jikalau bank tersebut diprediksikan akan memberikan yield deviden yang baik pada tahun ini maupun yield yang terus “tumbuh secara sustain” di masa yang akan datang.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan data sebagai berikut:
Bank Keuntungan 2013 Harga Saham 5/9/14 (per lembar)
B R I Rp 21,3 T Rp 11.150,-
Bank Mandiri Rp 18,8 T Rp 10.600,-
B C A Rp 14,3 T Rp 12.100,-
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa harga saham BCA adalah yang tertinggi – padahal keuntungannya terendah diantara ke tiga bank tersebut. Dengan demikian harga saham suatu bank, tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan bank untuk memberikan deviden (past performace keuntungan bank yang besar), melainkan juga dipengaruhi oleh “prediksi pertumbuhan laba yang sustain di masa yang akan datang”.
Menarik untuk dikaji, bagaimana investor melihat prediksi pertumbuhan laba yang sustain di masa yang akan datang?
Dalam memprediksi pertumbuhan laba yang sustain di masa yang akan datang, dimensi yang mempengaruhinya sangat luas. Apabila diibaratkan kendaraan – lari kencang adalah hasil akhirnya, maka faktor yang mempengaruhinya adalah: kondisi engine kendaraan dan driver nya. Engine sendiri komponennya sangat luas, mulai dari jenis kendaraan, silindernya, tipe mesinnya, dsb.
Dalam bisnis bank, yang dimaksud “engine” ini juga sangat luas mulai dari capital, ketersediaan dan kehandalan IT, Strategy Business, Kemampuan eksekusi dll. Sedangkan driver nya adalah SDM bank mulai dari tingkat manajemen puncak sampai dengan pegawai yang paling dasar.
Kombinasi antara “engine dengan driver” yang bagus inilah yang selanjutnya akan menjanjikan ke depan suatu bank akan memberikan pertumbuhan laba yang excellent atau tidak.
Contoh-contoh action bank terkait driver dan engine tersebut, misalnya:
Terkait Driver:
Pemegang saham akhirnya menunjuk Bp X guna menggantikan Bp Y sebagai Direktur Kredit.
Bank Z akhirnya berhasil mengajak Mr A untuk bergabung ke bank nya guna membantu peningkatan bisnis retail banking, dst.
Terkait Engine:
Bank ABC berupaya memperbesar porsi bisnis kredit mikro karena marginnya besar
Bank XYZ membelanjakan 100 Juta USD untuk Capex IT.
Bank BBB melakukan IPO guna peningkatan modal, dst
Kembali kepada data harga saham ke tiga bank tersebut di atas, timbul suatu pertanyaan, mengapa investor sedikit mengapresiasi harga saham BCA lebih tinggi dari harga saham BRI dan harga saham BRI lebih tinggi dari Bank Mandiri?
Penelitian secara empiris guna menjawab pertanyaan atas hal tersebut secara akurat memang belum ada. Namun apabila menggunakan pendekatan logic thinking antara “driver dan engine” sesuai uraian tersebut di atas, tampak bahwa terdapat suatu perbedaan yang mudah diamati.
Ditinjau dari sisi driver – barangkali tidak diragukan lagi ke tiga bank terbaik yang ada di republik ini memiliki driver/ SDM yang handal. Namun dari sisi “engine”, maka tampak adanya perbedaan:
BCA yang harga sahamnya tertinggi, memiliki fundamental bisnis bank yang sangat excellent, yaitu komposisi low cost fund nya sangat besar > 80 %, penempatan kreditnya juga sangat konservatif (Corporate Multi National, KPR, KKB cukup dominan). Dengan kondisi funding dan lending seperti ini, maka margin bank akan tinggi sustain dan low risk.
Tentang kondisi low cost fund bank ini, produk tabungannya juga sangat unggul, yaitu para pebisnis di Indonesia yang dananya cenderung bertambah terus – pada umumnya menggunakan produk tabungan bank tersebut (sebagai market leader). Beberapa investor yang kritis, bahkan melakukan survey sendiri ke pusat-pusat perdagangan di kota-kota besar. Investor tersebut cukup menanyakan kepada para pebisnis tentang aktifitas keuangannya disalurkan via bank mana?
BRI harga sahamnya masih lebih rendah dari pada BCA namun lebih tinggi dari Bank Mandiri. Dalam hubungan ini tentu kondisi low cost fundingnya masih di bawah BCA, namun bank ini memiliki keunggulan penempatan dana kepada UMKM/ Mikro yang sangat besar. Kredit jenis ini kita ketahui bersama merupakan jenis kredit yang “hi yield”, sehingga potensi margin bank ini sangat tinggi, namun risk nya relative lebih tinggi diabanding dengan KPR dan KKB.
Bank Mandiri harga sahamnya masih lebih rendah sedikit dari pada harga saham BCA dan BRI. Dalam hubungan ini, Bank Mandiri masih belum memiliki “strength fundamental business bank funding dan loan”, sebagaimana ke dua bank tersebut di atas. Bank Mandiri masih bekerja keras untuk terus meningkatkan enginenya. Tidak menutup kemungkinan bila engine low cost funding dapat mengalahkan BCA serta engine hi yield loan dapat mengalahkan BRI, maka harga saham Bank Mandiri dapat mengungguli ke dua bank tersebut di atas.
C. Penutup
Dengan mengikuti bahasan tersebut di atas, kita dapat memahami lebih baik tentang berita-berita yang ada di media masa terkait utamanya upaya peningkatan engine bank:
Bank BRI akan membeli satelit sendiri guna mendukung operasional kerja kantor-kantor cabangnya yang jumlahnya +/- 8000 an kantor. Bila kapasitasnya masih besar, maka BRI dapat dengan mudah melakukan aliansi bisnis dengan para pebisnis, perusahaan, kantor – kantor yang memerlukan layanan transaksi keuangan yang memerlukan dukungan jaringan secara luas. Dalam peningkatan low cost funding, BRI aktif mempromosikan tabungan BRI yang berhadiah spektakuler (range rover), dll
Bank Mandiri telah melakukan aliansi bisnis dengan Taspen dan PT POS guna membentuk Bank Pos. Dengan pembentukan tersebut, terdapat peluang untuk peningkatan penyaluaran hi yield loan. Dalam peningkatan low cost funding, Bank Mandiri aktif mempromosikan tabungan mandiri dengan program “fiesta poin”, dll.
BCA melakukan aliansi bisnis dengan PJKA untuk layanan pembayaran tiket KA untuk menjaring low cost funding yang lebih besar. Dalam bidang hi yield loan, BCA aktif mempromosikan KPR dan KKB (Kredit Kendaraan Bermotor), dll.
Kita berharap mudah-mudahan upaya peningkatan harga saham yang dilakukan bank-bank tersebut dapat berhasil dengan baik karena masyarakat juga yang pada akhirnya akan menikmati hasilnya sebagai investor, maupun layanan bank yang prima sebagai nasabahnya. Semoga…
Arief B. Witjaksono
Partner In Banking Vibiz Consulting
Partner In Banking Vibiz Consulting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar