Pages

Senin, 23 Juli 2012

Indonesia dan Malaysia Bekerjasama Perangi Pencucian Uang

(Vibiznews-Banking), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mempererat kerjasama dengan Malaysia dalam bidang anti pencucian uang dan anti terorisme.

Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, selaku Ketua Delegasi RI pada Asia Pacific Group on Money Laundering Annual Meeting 2012 di Brisbane, Australia mengungkapkan Delegasi Indonesia dan Delegasi negara jiran Malaysia telah mengadakan bilateral meeting untuk mempererat kerjasama kedua negara dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang.


"Khususnya untuk tindak pidana asal korupsi, terorisme, narkoba dan kejahatan terhadap lingkungan hidup," ungkap Agus saat ditemui wartawan, Minggu (22/07/2012).


"Kedua negara, dalam hal ini Financial Inteligent Unit-nya (PPATK) sepakat untuk meningkatkan kerjasama yang lebih efektif dalam pertukaran informasi sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang," imbuh Ketua Ikatan Pegawai BI ini.


Dijelaskan Agus, pada intinya RI sepakat untuk saling bantu-membantu menangani kejahatan-kejahatan yang berdampak langsung pada kemanusiaan ini.


Dalam Bilateral Meeting tersebut, Agus juga menyampaikan beberapa kerawanan saluran transaksi keuangan yang melibatkan hubungan bisnis di kedua negara.


"Yaitu pertama adalah jasa pengiriman uang (money remittance kemudian kedua adalah jasa penukaran uang (money changer), dan ketiga yakni produk investasi properti second home programme," ungkapnya.


Second Home Programme menurut Agus adalah suatu produk investasi yang membolehkan orang Indonesia memiliki rumah kedua di Malaysia.


Agus menegaskan bahwa ketiga produk tersebut berpotensi membuka ruang tindak pidana pencucian uang.


"Untuk tipologi pencucian uang dengan memanfaatkan penyedia jasa pengiriman uang (money remittance) dari penelitian di PPATK, transaksi narkoba yang melibatkan pengedar WN Malaysia dan WNI, ditengarai menggunakan sarana penyedia jasa pengiriman uang," tegasnya.


"Mereka memanfaatkan permintaan pengiriman uang para TKI untuk dikirimkan ke keluarganya di Indonesia, jadi seolah-olah uang hasil penjualan narkoba di Indonesia itulah yang merupakan uang yang dikirim dari Malaysia," tuturnya lagi.


Demikian juga dengan pemanfaatan jasa Money Changer untuk kejahatan TPPU ini.


"Mereka membawa uang asing secara tunai keluar dan masuk kepabeanan RI dengan alasan untuk keperluan bisnis money changer. Nah kemudahan itu yang harus diperhatikan supaya usaha Money Changer tidak dijadikan sarama atau sasaran kejahatan TPPU," ujar Agus.


Khusus mengenai program "Secondary Home" yang diluncurkan oleh Pemerintah Malaysia, Agus meminta agar FIU Malaysia memperketat tentang pengenalan nasabah (Know Your Costumer - KYC) dan pendalamannya (Custumer Due Dilligent - CDD) khususnya untuk Political Exposed Person (PEP's) Indonesia yang membeli rumah di Malaysia.


"Sehingga yang bersangkutan tidak dengan mudah diberi Permanent Resident oleh Malaysia hanya karena seorang WNI membeli rumah sebagai Secondary Home di Malaysia," kata Agus.


Dengan kerjasama antar aparat RI-Malaysia yang semakin efektif ini diharapkan ruang gerak para pelaku kejahatan korupsi, terorisme, narkoba, dan lingkungan hidup akan semakin sempit.


(nr/RM/VBN,dtc)
www.vibiznews.com 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar