Pages

Kamis, 27 Agustus 2015

Ketidakpastian Ekonomi Global, Laju PDB Negara OECD Sedikit Tertahan

Ditengah arah kondisi perekonomian global saat ini yang masih belum menentu karena belum ada kepastian dari The Fed soal kepastian kenaikan suku bunganya demikian juga dengan perekonomian Tiongkok yang semakin tertekan, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan melaporkan bahwa laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) negara-negara anggotanya hanya sebesar 0,4 persen (qoq) pada Q2-2015 kemarin. Laju pertumbuhan tersebut masih lebih lambat dibanding kuartal sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 0,5 persen (qoq). Meskipun jika dilihat secara tahunan, laju PDB negara anggota OECD tetap tidak berubah yaitu masih sebesar 2 persen (yoy) pada kuartal tersebut.
Secara triwulanan, Inggris dan Amerika Serikat (AS) adalah dua negara yang berhasil mencatat laju pertumbuhan PDB tertinggi dari tujuh negara besar lainnya dimana masing-masing mencatat pertumbuhan sebesar 0,7 persen (qoq) dan 0,6 persen (qoq). Demikian juga dengan Jerman, yang pada Q2 lalu berhasil mencatat laju PDB yang lebih baik dibanding kuartal sebelumnya yaitu sebesar 0,4 persen (qoq) dari sebesar 0,3 persen (qoq) yang tercatat di kuartal sebelumnya.
Sementara itu, di Jepang laju PDB negara terbesar ke-3 di dunia tersebut justru mencatat kontraksi sebesar -0,4 persen (qoq) dan laju PDB Perancis juga tercatat stagnan, di Italia, laju PDB sedikit melambat pada Q2 lalu menjadi hanya sebesar 0,2 persen (qoq) dari sebesar 0,3 persen (qoq) yang tercatat di kuartal sebelumnya. Di Uni Eropa, pertumbuhan PDB masih tetap stabil yaitu tercatat sebesar 0,4 persen (qoq) pada kuartal kedua lalu, sedangkan di kawasan euro sedikit melambat menjadi hanya sebesar 0,3 persen (qoq) dari sebesar 0,4 persen (qoq) yang tercatat di kuartal sebelumnya.
Sejalan dengan sedikit melambatnya laju PDB diantara negara anggota OECD, sebelumnya OECD juga telah menurunkan proyeksinya terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global. OECD menilai laju pertumbuhan global diproyeksikan menguat sepanjang 2015 dan 2016, tapi relatif masih di bawah pertumbuhan sebelum krisis, dimanalaju PDB perekonomian global pada 2015 ini hanya akan dilaporkan tumbuh sebesar 3,1 persen, atau turun dari proyeksi sebelumnya yang dirilis Maret lalu sebesar 4 persen. Sementara proyeksi pertumbuhan pada 2016 dipangkas dari 4,3 persen menjadi hanya sekitar 3,8 persen.
Menurut OECD, perekonomian global akan menguat secara bertahap menuju ke level pra-krisis pada akhir 2016. Organisasi yang terdiri dari 34 negara maju itu juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada periode 2015-2016 dari 3,1 persen dan 3 persen menjadi 2 persen dan 2,8 persen. Menurut badan analisis yang berbasis di Paris tersebut, penguatan nilai tukar dolar dan musim dingin menimbulkan gangguan sementara yang mengerem laju pertumbuhan ekonomi Negeri Adi Daya di tahun ini, meskipun memang aktivitas ekonomi di AS akan tetap berjalan berkat naiknya jumlah orang bekerja, membaiknya kesejahteraan seiring naiknya nilai aset, dan meningkatnya daya beli berkat turunnya harga minyak dunia. Selain AS, ekonomi Tiongkok juga diperkirakan tumbuh lebih lambat dengan laju pertumbuhan sebesar 6,8 persen dan 6,7 persen pada 2015 dan 2016.
Sementara untuk zona euro, OECD tidak mengubah proyeksinya, dan bahkan menaikkan perkiraan pertumbuhan 2016 menjadi 2,1 persen berkat harga minyak yang rendah, lemahnya nilai tukar euro serta membaiknya kondisi finansial dan stimulus dari pemerintah. Secara keseluruhan, OECD menilai pemulihan ekonomi dari krisis finansial global pada 2008 lalu masih lemah. 
Dampak buruk dari lemahnya pemulihan itu adalah lambatnya pertumbuhan di negara-negara berkembang, ketidakpastian pekerjaan, dan meningkatnya kesenjangan di mana-mana. OECD menilai berkurangnya investasi swasta dan belanja pemerintah turut mengganjal pemulihan. Banyak perusahaan besar kini menunda pembangunan fasilitas baru atau mengurangi belanja untuk pengembangan teknologi, peralatan, dan jasa terkait kondisi finansialnya. Sementara, pemerintah di banyak negara juga mengurangi belanja untuk pembangunan infrastruktur dalam rangka konsolidasi fiskalnya

Stephanie Rebecca/VBN/VMN/Analyst Vibiz Research Center
Editor : Asido Situmorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar